Senin, 18 Agustus 2014

Selendang Merah Keemasan


tak mampu ku kejar waktu
yang berlari tunggang langgang
bagai kuda pacu yang takut ditembak senapan
tak menoleh sedikit pun padaku
yang tengah merangkak jatuh bangun
meniti curamnya hidup

ketika langit membentangkan
selendangnya yang merah keemasan
darahku berdesir mengingat malam
yang kan segera datang dan mengental

rasa cemas seakan menggiringku
tuk berkaca pada sungai jernih yang tenang
kutatap bayanganku pada sungai itu
ia tersenyum, namun aku merasa takut

kupejamkan mata mencoba lari
namun aku semakin masuk ke dalam negeri khayalku
kulihat sekumpulan anak muda sebaya
dengan kitab-kitab yang ada pada singgasananya

kudapati diriku duduk
di tengah kumpulan anak muda itu
ribuan tanda tanya mengitari kepalaku
apa yang sedang aku lakukan disana?

aku tersentak ketika atap menyahutiku
kau sedang belajar bersama mereka
kalian bersama-sama mengumpulkan bekal
untuk mendaki puncak keberhasilan

sudahkah kau gunakan waktu lampaumu
tuk mengisi jiwamu dengan bekal yang cukup?
sudahkah kau kerahkan kekuatanmu
tuk luluh lantahkan gunung tantangan?
sudahkah kau rajut impian
yang kan mendorongmu tuk merengkuhnya?

hatiku dicabik-cabik oleh sahutan atap itu
buatku tersadar dan merenung
malam kan menjemput dan menarikku
serta anak-anak muda itu keluar tempat kami
lukiskan cantiknya langit kebersamaan
bermandikan cahaya kasih

aku bukanlah mutiara yang mengeram dalam kerang
aku tidak berkilau tapi aku merasa lebih beruntung dari mutiara
karena aku tidak sendirian mengeram dalam kerangku

ketika beban berat bermukim di punggungku
buatku tiba-tiba hilang keseimbangan dan jalan sempoyongan
mereka anak-anak muda itu yang senantiasa kuatkan aku
agar ku tak terjatuh ke dalam sumur nestapa

mereka telah menjadi matahari bagiku
yang cahayanya mampu menembus kabut
yang mengurungku dalam kejenuhan
lalu bagaimana denganku?
mampukah aku menjadi matahari bagi mereka?

aku dengan segala kurangku
ingin sekali kuungkapkan segenap rasa hatiku
namun aku tak pandai, kadang aku bingung
bagaimana cara ungkapkan perhatian ini

ketika ada kesal bergelayut pada diriku
seakan ingin membuatku terpeleset
ke dalam genangan amarah

tiada kusangka
dinding-dindig yang kukira bisu
menertawaiku dengan sinis
hingga ubun-ubunku terasa akan mendidih

ha ha ha dasar dungu!
jangan kau biarkan kesal kuasai dirimu
andai kau tahu
ketika malam benar-benar tiba
rasa kesal yang meski setitik akan luruh
ketika kau memeluknya, menatapnya
melepaskannya di gerbang awal kerinduan

tak kuat rasanya aku mendengar
dinding itu berkoar-berkoar
kembali kupejamkan mata
berharap kembali pada sadarku

kutatap lagi sungai jernih yang tenang
kuselami bayang-bayang diriku di sana
berharap menemukan secercah asa
tuk lengkapi untaian-untaian kisah indah
antara aku dan mereka

Minggu, 17 Agustus 2014

DUNIA



dunia..

magnetmu begitu kuat seakan ingin menarikku

kau suguhkan hidangan gemerlap nan memabukkan

dunia..

kerlingan matamu bagaikan anak panah beracun

yang siap menghunus dan mematikan hati

dunia..

kau jadikan manusia cintakan engkau hingga bencikan mati

padahal engkaulah tipu daya yang indah sedang mati adalah kebenaran

ya Allah.. ku mohon pada-Mu..

letakkanlah dunia di tanganku biarkanku menggenggamnya

jangan letakkan di ruang hatiku meski setitik abu

sebab ia kan membinasakanku bersama orang-orang yang merugi

Senin, 14 Juli 2014

Syair Cinta untuk Belahan Jiwa


Tanya hati mulai berseru
Pada siapakah kecondongan hati ini akan berlabuh
Setitik rindu mulai mendendam
Membuncah memenuhi relung jiwa
Wahai Belahan Jiwaku
Engkau masih semu bersemayam dalam bayangan
Jauh ataukah dekat denganku, aku pun tak tahu
Wajahmu, senyum hangatmu, tatapan matamu yang teduh
Belum mampu ku lukiskan
Tapi satu keyakinanku, Sang Maha Cinta
telah mengukir indah namamu dalam lembaran takdirku
Selintas harap dan cemas mulai berdenyut dalam dada
Sudahkah aku pantas, ketika takdir telah memberi waktu
Waktu ketika engkau menyambut segenap cintaku tanpa syarat
Dengarkanlah aku, wahai belahan jiwaku
Aku ingin kau tahu
Aku tidak semulia Siti Khadijah
Aku tidak secerdas Siti Aisyah
Aku tidak sekuat Asiyah istri Fir'aun
Aku tidak selembut Fatimah Az-zahra
Aku tidak secantik Zulaikha yang mencintai Yusuf
Aku tidak kaya seperti Ratu Bilqis
Inilah aku, perempuan biasa
Dengan segala kurang yang kumiliki
Namun, janganlah engkau risau, wahai belahan jiwaku
Selama bumi masih berputar pada porosnya
Selama bulan dan matahari masih datang bergantian
Aku akan berupaya sekuat tenaga yang kupunya
Tuk menjadi pantas bagimu
yang akan menuntunku, membimbingku
Membangun bersama istana cinta yang megah
yang kokoh dalam hati yang paling dalam
yang akan membawa cinta ini pada ridho Ilahi


Awan yang melahirkan hujan

Meski senja mulai bertamu
Kereta tujuan Malang belum lelah melaju
Dari balik jendela kereta itu, Aku menatapnya


Bergerak perlahan-lahan
Mendekat semakin dekat
Titik temu semakin nyata
Pengabaian enggan dihiraukan
Segala apa yang ada dibawahnya
Emas atau kerikil kecil berdebu
Tak pernah berhenti bergerak terus bergerak
Sampai takdir Allah Yang Maha Kuasa
Menetapkannya harus berhenti
Di suatu titik yang tak pernah dipilihnya
Mencair melahirkan butir-butir penyejuk
atau bencana bagi sebagian insan
Setiap butir-butir yang turun ke bumi
Tak pernah sekalipun para Malaikat lalai
bershalawat memuji kekasih Allah
Diiringi lantunan para pendoa
yang menengadahkan tangan ke atas
Memohon ridho Allah
Disaat turunnya rahmat Sang Maha Pengasih
bagi insan yang lemah tiada daya

Senin, 30 Juni 2014